Sumber foto : Wikipedia
Kota
Batu adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Kota ini terletak 15 km sebelah barat Kota Malang,
berada di jalur Malang-Kediri
dan Malang-Jombang.
Kota Batu berbatasan langsung dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta
dengan Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan, dan
barat. Wilayah kota ini berada di ketinggian 680-1.200 meter dari permukaan
laut dengan suhu udara rata-rata 15-19 derajat Celsius.
Sejak abad ke-10, wilayah Batu dan
sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga
kerajaan, karena wilayah adalah daerah pegunungan dengan kesejukan udara yang
nyaman, juga didukung oleh keindahan pemandangan alam sebagai ciri khas daerah
pegunungan.
Pada waktu pemerintahan Raja Sindok
, seorang petinggi Kerajaan bernama Mpu Supo diperintah Raja Sendok untuk
membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pegunungan yang didekatnya
terdapat mata air. Dengan upaya yang keras, akhirnya Mpu Supo menemukan suatu
kawasan yang sekarang lebih dikenal sebagai kawasan Wisata Songgoriti.
sumber foto : shining-batu.com
Atas persetujuan Raja, Mpu Supo yang
konon kabarnya juga sakti mandraguna itu mulai membangun kawasan Songgoriti
sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan serta dibangunnya sebuah candi
yang diberi nama Candi Supo.
Ditempat peristirahatan tersebut
terdapat sumber mata air yang mengalir dingin dan sejuk seperti semua mata air
di wilayah pegunungan. Mata air dingin tersebut sering digunakan mencuci
keris-keris yang bertuah sebagai benda pusaka dari kerajaan Sendok. Oleh karena
sumber mata air yang sering digunakan untuk mencuci benda-benda kerajaan yang
bertuah dan mempunyai kekuatan supranatural (Magic) yang maha dasyat, akhirnya
sumber mata air yang semula terasa dingin dan sejuk akhirnya berubah menjadi
sumber air panas. Dan sumberair panas itupun sampai saat ini menjadi sumber
abadi di kawasan Wisata Songgoriti.
Wilayah Kota Batu yang terletak di
dataran tinggi di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian 700 sampai 1100 meter
di atas permukaan laut, berdasarkan kisah-kisah orang tua maupun dokumen yang
ada maupun yang dilacak keberadaannya, sampai saat ini belum diketahui
kepastiannya tentang kapan nama "B A T U" mulai disebut untuk menamai
kawasan peristirahatan tersebut.
Dari beberapa pemuka masyarakat
setempat memang pernah mengisahkan bahwa sebutan Batu berasal dari nama seorang
ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut
sebagai Kyai Gubug Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya
dengan panggilan Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering
memperpendek dan mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa
terlalu panjang, juga agar lebih singkat penyebutannya serta lebih cepat bila
memanggil seseorang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil Mbah Tu
menjadi Mbatu atau batu sebagai sebutan yang digunakan untuk Kota Dingin di
Jawa Timur.
Sedikit menengok ke belakang tentang
sejarah keberadaan Abu Ghonaim sebagai cikal bakal serta orang yang dikenal
sebagai pemuka masyarakat yang memulai babat alas dan dipakai sebagai inspirasi
dari sebutan wilayah Batu, sebenarnya Abu Ghonaim sendiri adalah berasal dari
JawaTengah. Abu Ghonaim sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan
sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah dikaki Gunung
Panderman untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda
(Kompeni)
Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang
memulai kehidupan barunya bersama dengan masyarakat yang ada sebelumnya serta
ikut berbagi rasa, pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi
pengikut Pangeran Diponegoro. Akhirnya banyak penduduk dan sekitarnya dan
masyarakat yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru, menuntut ilmu serta
belajar agama kepada Mbah Wastu.
Bermula mereka hidup dalam kelompok
(komunitas) di daerah Bumiaji, Sisir dan Temas akhirnya lambat laun
komunitasnya semakin besar dan banyak serta menjadi suatu masyarakat yang
ramai.
Sebagai layaknya Wilayah Pegunungan
yang wilayahnya subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki Panorama Alam yang
indah dan berudara sejuk, tentunya hal ini akan menarik minat masyarakat lain
untuk mengunjungi dan menikmati Batu sebagai kawasan pegunungan yang mempunyai
daya tarik tersendiri. Untuk itulah di awal abad 19 Batu berkembang menjadi daerah
tujuan wisata, khususnya orang-orang Belanda, sehingga orang-orang Belanda
itupun membangun tempat-tempat Peristirahatan (Villa) bahkan bermukim di Batu.
Situs dan bangunan-bangunan
peninggalan Belanda atau semasa Pemerintahan Hindia Belanda itupun masih
berbekas bahkan menjadi aset dan kunjungan Wisata hingga saat ini. Begitu
kagumnya Bangsa Belanda atas keindahan dan keelokan Batu, sehingga bangsa
Belanda mensejajarkan wilayah Batu dengan sebuah negara di Eropa yaitu
Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein Switzerland atau Swiss
kecil di Pulau Jawa.
Peninggalan arsitektur dengan nuansa
dan corak Eropa pada penjajahan Belanda dalam bentuk sebuah bangunan yang ada
saat ini serta panorama alam yang indah di kawasan Batu sempat membuat Bapak
Proklamator sebagai The Father Foundation of Indonesia yaitu Bung Karno dan
Bung Hatta setelah Perang Kemerdekaan untuk mengunjungi dan beristirahat
sumber foto : kalamata.me
Sumber bacaan : Wikipedia